Merdekakanlah Dirimu Sendiri Sebelum Anda Mulai Memerdekakan Orang lain

Ilmu tanpa agama adalah buta; dan Agama tanpa ilmu adalah lumpuh (Albert Eistein, 1879-1917)

Selasa, 02 Juli 2013

Strata Sosio-ekonomi di Rote

Penggilingan (mol) padi  berjalan oleh seorang Pribumi Rote
dengan latar belakang Bengkel bertingkat yang dimiliki pendatang Thionghoa 

Usaha ekonomi pribumi dan pendatang sama-sama berjalan 
tapi hasil yang diperoleh dari kegiatan ekonomi 
oleh keduanya jelas sangat berbeda.
(Manafe Melki)



Berbicara tentang geliat ekonomi di Rote, Fox (1995) dalam penelitiannya di Rote dan Sabu pada tahun 1977 yang dibukukan dalam karya berjudul Panen Lontar pernah menguraikan bahwa di Rote pernah berkembang kebudayaan lontar sebagai inti dari segala kehidupan ekonominya. Perkembangan ekonomi yang berorientasi pada lontar, hingga saat ini, masih terpelihara oleh masyarakat Rote. Akan tetapi, nilai atau status ekonomi dari kebudayaan ini telah bergeser seiring dengan perkembangan zaman bahkan mereka yang masih bertahan dengan kebudayaan itu dipandang sebagai kasta terendah dalam strata ekonomi di Rote 

Strata Sosio-ekonomi 
Kelompok masyarakat yang menggantungkan kehidupan ekonomi pada lontar, saat ini, telah menjadi kasta ketiga yang merupakan kasta terendah dalam strata ekonomi di Rote. Kelompok ini bercirikan kelompok yang menawarkan barang dan jasa ekonomi  lokal yang mana pada ujungnya hanya mendapatkan penghasilan yang kecil. sebut saja kegiatan ekonomi seperti berdagang dalam skala "eceran" misalnya jualan sayur mayur, tumbuhan lokal (semangka, pisang dan pepaya) ataupun kegiatan "ojek" merupakan contoh pekerjaan pada kasta ini. Kelompok ekonomi kasta ketiga ini juga di isi oleh mereka yang masih mengusahakan ekonomi dengan melibatkan lontar misalnya berjualan kerajinan hasil anyaman lontar ataupun produk olahan nira lontar seperti gula air dan gula lempeng. Akan sangat beruntung apabila hasil anyaman lontar seperti ti'ilangga atau Sasandu diminati oleh orang asing sehingga dapat memperoleh pemasukan yang lumayan besar tetapi itu pun untung-untungan saja. Kelompok kasta kedua adalah kelompok yang menjadi aparatur negara (PNS) dengan tanpa/tidak memiliki jabatan penting. Kelompok ini adalah kelompok netral yang dapat dikatakan sebagai kasta netral. Sedangkan, kelompok kasta teratas adalah mereka yang menjadi aparatur negara (PNS) dengan jabatan yang penting dan Pengusaha.  

Geliat Ekonomi: Pribumi vs Pendatang
Berbicara mengenai ekonomi didaerah ini, tidak akan berbeda jauh dari pengelompokan kasta. Bagi kasta ketiga, ekonomi mereka hanya ekonomi "untuk perut sehari saja"; jangankan untuk menabung untuk kepentingan masa depan, memperoleh pemasukan untuk hari itu saja akan menjadi susah. Penghasilan dari hasil berdagang mereka hari ini adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka hari itu juga. Selebih dari itu, adalah perkara besoknya lagi. Kelompok pada kasta ini mempunyai 2 pilihan; yang pertama menjadi seorang PNS ataukah yang kedua dapat bekerja pada mereka yang berada pada kelompok kasta pertama.

Secara usaha ekonomigeliat kehidupan ekonomi di Rote justru datang dari kelompok pendatang yang merupakan minoritas dari mayoritas masyarakat Rote. Tanpa mereka (kelompok pendatang-red) maka dapat dipastikan bahwa roda perekonomian di Kabupaten ini akan macet. Kelompok ini dominan pada sektor-sektor ekonomi yang paling sentral didaerah ini sebut saja pertokoan baik pakaian atau elektronik, perbengkelan, warung-warung, ataupun usaha-usaha lain seperti agen besar bahan bakar minyak (BBM).Warga pribumi hanya mampu menguasai pertanian yang bertumpu pada padi-padian yang harus berurusan dengan gagal panen karena kurangnya curah hujan di Rote.  Penguasaan akan sektor-sektor ekonomi yang sentral inilah yang menempatkan kelompok ini menjadi kasta pertama yang mampu menempatkan mereka bukan hanya pada predikat pengusaha

Usaha ekonomi pribumi dan pendatang sama-sama berjalan tapi hasil yang diperoleh dari kegiatan ekonomi oleh keduanya jelas sangat berbeda. Kalau ekonomi pribumi hanya mampu untuk mendapatkan penghasilan yang kecil sebagai keuntungan jelas tidak sebanding dengan penghasilan besar sebagai keuntungan dari kelompok pendatang yang kerap disebut pengusaha-akan tetapi saya lebih senang menyebutnya penguasa ekonomi di Rote- .
Kelompok kasta terendah sedang menawarkan barang dagangannya
di depan pertokoan yang dimiliki oleh pendatang dari Bugis
Jejeran toko pakaian yang dimiliki oleh pendatang
yang berasal dari Jawa dan Bugis
Pertokoan aneka bahan bangunan yang dimiliki
oleh seorang Tionghoa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar