Merdekakanlah Dirimu Sendiri Sebelum Anda Mulai Memerdekakan Orang lain

Ilmu tanpa agama adalah buta; dan Agama tanpa ilmu adalah lumpuh (Albert Eistein, 1879-1917)

Rabu, 27 Juni 2012

School Is Out, Education Is In

Semua hal yang ditulis adalah merupakan hasil dari partisipasi saya dalam mengikuti Seminar Internasional yang diadakan pada hari Rabu, 27 Juni 2012 di Balairung Utama (BU) UKSW. Tulisan ini ditulis berdasarkan hasil presentasi dari JONAN DONALDSON dengan topik sesuai dengan judul blog ini "School Is Out, Education Is In".  Presentasi ini dibuat dengan maksud untuk menggambarkan pendidikan di USA dan menitikberatkan bagaimana harusnya pendidikan saat ini. 


Jonan Donaldson bersama Mahasiswa MMP Angkatan 25 UKSW di Balairung Utama (BU)

Pendidikan di USA menurut Donaldson dibentuk dari tiga (3) ide utama yakni : Kreatifitas, Inovasi dan Exceed Expectations. Ide utama mengenai kreatifitas  yang akan saya tulis pada blog saya; bukan karena ide kedua dan terakhir tidak baik dan tidak penting namun menurut hemat saya ide pertama adalah ide terpenting dan ide ini sudah cukup sulit untuk diterapkan; kalau sudah mampu diterapkan barulah perkara ide kedua dan ketiga dicetuskan dan diterapkan.  
Beberapa Kutipan menarik tentang diri Donaldson yang  menurut saya patut dicatat adalah sebagai berikut :
"Pada Usia 6 bulan saya dibacakan buku oleh Ibu saya selama sejam dalam satu hari dan Orang Tua saya setiap akhir pekan mengantar saya ke perpustakaan "

Kenapa kutipan diatas begitu menarik? ternyata pendidikan USA diawali dengan bukan sebuah pendidikan formal yang membentuk pikiran seorang anak melainkan pendidikan informal dalam bentuk arahan orang tua yang mengarah ke pendidikan (baca : pendidikan keluarga). Keluarga mengarahkan anaknya untuk "mencintai pendidikan" dengan berbagai cara salah satunya dengn cara mengajak anak-anaknya sejak usia dini ke tempat-tempat yang menjadi "sarang" pendidikan. Anak-anak tidak hanya dilepas ke sekolah dengan harapan dari keluarga bahwa sekolah harus mampu mendidik anaknya untuk hidup pintar dan sesuai dengan norma baik yang berlaku dilingkungan tanpa keluarga mau ikut andil membantu anak-anaknya menemukan "kecintaan atas pendidikan". Pertanyaannya apakah di Indonesia konsep pendidikan oleh keluarga tidak begitu penting atau justru konsep ini belum ada di Indonesia? saya rasa tidak. Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak pendidikan kita sudah menjelaskan jauh-jauh hari kepada kita tentang konsep ini-NAMUN KITA SANGAT MENGABAIKANNYA-Menurut Ki Hajar Dewantara, Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan organisasi pemuda/i yang disebut olehnya sebagai Tri Pusat Pendidikan.  

Okelah kita akan melihat ide tersebut yakni ide mengenai Kreativitas. 
Donaldson menjelaskan bahwa Langkah Kreatif diperlukan untuk menciptakan anak-anak sekolah yang mampu mencapai Bloom's Taxonomy 


Apakah anak-anak sekolah dapat mencapai tahapan tertinggi (create) seperti yang diharapkan pada Bloom's Taxonomy ? Jawabannya adalah ya mereka mampu mencapainya melalui beberapa tiga (3) langkah kreatif yaitu :

STEP  1 : MENYUKAI KESALAHAN
Apakah kita mampu menciptakan pikiran dalam benak anak-anak sekolah bahwa kesalahan itu patut dirayakan ataukah apabila mereka melakukan kesalahan maka kita akan memberikan mereka "hukuman" ? Ataukah kita akan menurunkan nilainya (atau memberikan nilai jelek) pada mereka agar mereka kedepannya akan lebih berusaha lagi? namun mereka harus berusaha untuk apa? untuk memperoleh nilai yang baik ?  apakah hanya nilai yang baik yang menjadi satu-satunya tujuan kita ? semua proses yang kita lakukan kepada anak-anak ini pada akhirnya akan menimbulkan ketakutan dalam diri anak tersebut sehingga mereka akan takut untuk berbuat kesalahan. Mereka akan takut untuk sampai pada tahap menciptakan (create) karena kesalahan mereka bukan dianggap sebagai bukan bagian dari pendidikan. 
Belajarlah dari Thomas Alfa Edison. 2.000 kesalahan dalam eksperimen dalam menemukan bola pijar. Apa yang terjadi kalau dia takut dengan kesalahannya ? apa yang terjadi kalau dia terus diberi hukuman atas kesalahannya ?Apa dia takut akan kesalahannya?..TIDAK..sekali lagi..TIDAK..dia tidak takut pada kesalahan bahkan dia menyukai kesalahan tersebut. Apakah sekolah pada waktu itu mengajarkan kepadanya untuk menyukai kesalahan? jawabannya tidak karena dia hanya bersekolah selama 3 bulan saja di sekolah formal. DIA BELAJAR MENYUKAI KESALAHAN DARI IBUNYA-KELUARGANYA-.
Inilah langkah pertama kita seharusnya. MENYUKAI KESALAHAN. Bila kita tidak mengajari anak-anak kita untuk menyukai kesalahan maka kita yang patut disalahkan apabila dia gagal. 

STEP 2 : AUTONOMY (KEMANDIRIAN)
Apakah kita memberikan kepercayaan kepada anak-anak sekolah untuk mandiri dalam belajar atau tidak ? Atau kah kita masih terus menerus menganggap mereka "BODOH" sehingga kita menjadi dewa ilmu bagi mereka tanpa mereka bisa menemukan sendiri ilmu-ilmu tersebut?
Saya pribadi setuju bahwa kemandirian sebagai siswa patut diperhatikan. Guru hanya fasilitator. Pelajaran di kelas mutlak adalah bergantung pada siswa dengan memperhatikan tujuan-tujuan pencapaian pendidikan; bukan tujuan pencapaian nilai yang tertinggi. Untuk apa nilai tinggi di selembaran kertas berupa raport atau hasil tes kalau dia tidak mengerti bagaimana ilmu itu bisa diterapkan secara real ?
Sebuah kutipan kehidupan pribadi Donaldson sebagai pengajar :
" Saya guru dan saat terburuk bagi saya adalah saat memberi nilai untuk siswa saya"

Kemandirian menurut Donaldson bukan hanya dalam belajar, Penilaian juga harusnya menjadi milik kemandirian. Artinya bahwa "NILAI" dan "TES" bukan segala-galanya. "Akhiri Tirani dari Tes dan Nilai". Atau kalau boleh saya tambahkan "Akhirilah model peringkat pada anak-anak kita, ini menimbulkan pembagian tingkatan-tingkatan ilmu pada anak-anak kita dan celakanya kita akan cenderung untuk lebih sayang pada anak-anak yang tingkatan ilmunya diatas rata-rata"
Lalu bagaimana kalau tes tidak ada, bagaimana kita dapat mengetahui sampai sejauh mana hasil belajar siswa kita? Donaldson menjawabnya adalah dengan menggantikan tes dengan PROJECT. Project menyebabkan anak-anak berkembang dan belajar dengan sesama temannya (karena sebuah project dikerjakan dalam bentuk kelompok); bagaimana dengan penilaiannya ? penilaiannya melibatkan "RUBRIK PENILAIAN" yang mana poin-poin penilaian sudah dibuat terlebih dahulu, poin-poin penilaian merupakan hasil dari kesepakatan bersama siswa dan guru dalam kelas tersebut. 
Murid saya yang memutuskan bagaimana mereka dinilai (Donaldson)"

STEP 3 : MOTIVASI
Motivasi merupakan langkah terakhir dari sebuah proses mencapai kreativitas. Motivasi dipercaya bahwa mampu mendongkrak semangat anak-anak dalam mencapai kreativitas yang lebih. Saya sendiri sudah sangat banyak membaca mengenai penelitian-penelitian mengenai pengaruh motivasi terhadap kemampuan siswa ataupun pada anak. Motivasi merupakan semangat dari dalam maupun luar yang mampu memunculkan hasil-hasil baik pada akhirnya. Motivasi bisa saja didongkrak dengan memberikan "Reward" namun harus diperhatikan bahwa kadang seserang yang sering mendapatkan reward dan kemudian reward itu tidak diberikan lagi justru dia akan kehilangan kreativitasnya; dia cenderung untuk tidak mau mengembangkan dirinya lagi apabila tidak diberi reward.

Saya pikir di Indonesia pasti bisa untuk menciptakan anak-anak yang bisa sampai pada tahapan teratas pada bloom's taxonomi. Tinggal maukah kita untuk mengubah mindset dalam memperlakukan anak-anak didik kita. Maukah kita untuk membawa anak-anak kita ke tempat "sarang" pendidikan bagi mereka atau tidak ? dan mulailah dengan langkah kecil perubahan bahwa buatlah mereka merasa nyaman dengan kesalahan mereka. Butuh waktu dan proses; tapi bukankah inilah tujuan hidup kita ? bahwa hidup adalah untuk belajar dan berproses seiring dengan jalannya waktu yang tidak menunggu kita? 

Daftar Pustaka :
Donaldson Jonan. 2012. School is Out, Education is In. Presented at the Internasional Conference : Be The Leading Entity in Education. Satya Wacana Christian University. Salatiga. 

1 komentar:

  1. belajar bukan sekedar transmisi ilmu pengetahuan secara fakat,tetapi mengolah daya nalar peserta didik untuk bisa bertanggung jawab.

    BalasHapus